Tentara
Nasional Indonesia selaku jajaran utama
penjaga NKRI memegang peranan penting dalam pertahanan dan keamanan nasional.
Ini mencakup persiapan untuk kemungkinan terburuk yang harus dihadapi sebuah
negara; perang.
Dalam
perang, yang utama bukan hanya kemampuan prajurit. Kemampuan senjata juga
memegang peran vital. TNI sebagai garda terdepan penjaga NKRI perlu memastikan
keduanya mesti siap dalam segala kondisi.
Terkait hal
tersebut, TNI-AD mengandalkan Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat
(Dislitbangad) untuk memastikan setiap alat utama sistem persenjataan
(alutsista) yang mereka gunakan memenuhi standar sehingga aman serta berfungsi
optimal saat digunakan. Demikian sebagaimana diwartakan dalam JPNN.
Standar Uji
Kemampuan
Secara rutin, prajurit di bawah dinas tersebut menguji
coba alutsista untuk digunakan matra mereka. Baik buatan perusahaan lokal
maupun produk negara lain.
Tidak satu pun alutsista sampai ke tangan prajurit
TNI-AD tanpa uji Dislitbangad.
Karena itu, di Markas Komando Dislitbangad, berjejer
sejumlah senjata yang sedang diuji coba di laboratorium.
Salah satunya yakni rancang bangun alat bidik, rancang
bangun senjata multilaras, rancang bangun pengolah air, rancang bangun pesawat
tanpa awak, prototype kendaraan amfibi, serta senjata api otomatis.
Ada yang sudah dinyatakan lulus uji dan mendapat
sertifikat. Ada pula yang masih dalam proses pengembangan.
Untuk dinyatakan lulus sertifikasi, setiap alutsista
mesti menjalani ’’penyiksaan’’ lebih dulu.
Misalnya, rancang bangun senjata multilaras. Sampai
saat ini, senjata itu masih dikembangkan Dislitbangad.
Padahal, kemampuannya sudah keren. Dari uji coba
terakhir tercatat, senjata itu mampu menembakkan 3.000 peluru per menit. Jarak
tembaknya juga cukup jauh.
’’Efektifnya 600 meter. Tapi, bisa lebih dari satu
kilometer,’’ ungkap Mayor Inf Darmaji, Kepala S***i Rencana Kegiatan Bagian
Materiil Umum Subdis Materiil Dislitbangad.
Darmaji termasuk salah seorang prajurit yang terlibat
dalam pengembangan senjata tersebut.
Tak sembarang ucap, Darmaji menunjukkan cara kerja
rancang bangun senjata multilaras itu. Tak ubahnya senapan mesin dalam film
perang, deru suara senjata tersebut begitu rancak. Moncong senjata itu mampu
memutar enam laras peluru kaliber 7,62 milimeter dengan cepat. Dari enam laras itu, 3.000 peluru bisa ditembakkan hanya dalam hitungan 60 detik.
Jika meluncur dalam jarak efektif, bisa dipastikan
seluruh peluru yang ditembakkan mendarat tepat sasaran. Musuh tanpa pelindung
lapis baja sudah pasti tumbang kena serbuan peluru itu. Meski senjata tersebut
sudah dibekali kemampuan mentereng, Dislitbangad belum mengeluarkan sertifikat
kelulusan.
Serangkaian ’’penyiksaan’’ melalui pengujian masih
harus dilakukan. Sebab, senjata dengan bobot hingga 60 kilogram itu
diproyeksikan andal dalam pertempuran darat, air, maupun udara. Karena itu,
pengembangan terus dilakukan.
Dengan bantuan PT Pindad, Dislitbangad ingin kemampuan
senjata tersebut mencapai titik maksimal sehingga tidak mengecewakan ketika
dinyatakan lulus uji dan diproduksi secara masal.
Uji Kelancaran
Kerja
Selain harus memenuhi standar uji kemampuan, setiap
alutsista TNI-AD wajib melalui uji kelancaran kerja. Khusus senjata api, salah
satu pengujian yang harus dilalui adalah direndam di dalam air laut, air tawar,
dan lumpur.
’’Masing-masing berdurasi 15 menit,’’ tutur Kepala
S***i Uji Senjata Amunisi Laboratorium Dislitbangad Mayor Inf Suratmoko.
Jika senjata tidak berfungsi optimal setelah melalui
tiga uji coba itu, label tidak layak produksi langsung disematkan.
Ketika media menyambangi Laboratorium Dislitbangad,
memang tidak ada aktivitas uji senjata api. Namun, proses uji tersebut
diperlihatkan dalam video dokumentasi.
Tidak hanya wajib tahan rendaman air laut, air tawar,
dan lumpur, senjata api yang diuji coba juga harus tahan banting.
Melalui uji manual, berkali-kali senjata api dilempar
dari ketinggian 3 meter. Jika tidak mengalami kerusakan sama sekali, senjata
itu berarti tergolong tahan banting.
Rangkaian uji coba tersebut tidak boleh dilewatkan.
Sebab, setiap senjata api yang dibawa prajurit TNI-AD harus tahan segala medan.
Ketentuan itu juga berlaku untuk setiap amunisi yang melengkapi senjata api.
Laboratorium Dislitbangad punya s***i khusus yang
bertugas menguji ketahanan amunisi. Yakni, s***i uji biologi kimia.
Lokasi pengujian amunisi di bawah kendali Kepala S***i
Uji Biologi Kimia Laboratorium Dislitbangad Mayor Inf Hartugianto masih
sekompleks dengan lokasi pengujian senjata api.
Peralatan yang digunakan untuk uji amunisi tersebut
masih sederhana. Hanya berupa oven dan alat timbang.
Pengujian yang
Luar Biasa
Meski begitu, pengujian terbilang luar biasa. Setiap
amunisi yang dibeli TNI-AD harus tahan dipanaskan dalam oven dengan suhu 95
derajat Celsius. Tahap itu harus dilakukan lebih dari sepuluh hari.
Untuk mendapat label kelas satu, amunisi tidak boleh
bau setelah berada dalam oven selama sepuluh hari. Beratnya juga tidak boleh
menyusut. Amunisi kelas satu adalah amunisi terbaik.
’’Biasanya kami pakai untuk tempur dan lomba,’’ imbuh
Hartugianto sambil menunjukkan amunisi yang sudah lulus uji.
Dia mengungkapkan, amunisi kelas satu punya masa pakai
paling panjang. Yakni, bisa bertahan sampai 25 tahun. Amunisi kelas dua hanya
punya masa pakai 15–20 tahun. Amunisi jenis itu biasanya tidak mampu bertahan
hingga sepuluh hari dalam oven.
’Tapi, sudah lebih dari enam hari di dalam oven,’’
Hartugianto menerangkan.
Untuk amunisi kelas tiga, masa pakainya 7,5–15 tahun
dengan masa pengujian 4–5 hari. Sedangkan amunisi kelas empat, usia simpan atau
masa pakainya 3–7 tahun. Proses ujinya hanya tiga hari.
Amunisi kelas lima yang
biasa digunakan untuk latihan adalah yang dua hari dalam oven sudah beraroma
tidak sedap dan beratnya menyusut.
Proses uji amunisi memang terkesan ringkas. Namun,
diperlukan ketelatenan dan ketelitian. Maka, jangan heran apabila harus dicek
berkali-kali untuk memastikan kemampuan amunisi yang diuji coba.
Rompi Anti
Peluru
Berbeda dengan uji amunisi, rompi antipeluru
dinyatakan lolos uji coba apabila mampu menahan peluru yang ditembakkan dari
jarak tertentu. Proses ujinya mirip dalam lomba menembak.
Rompi antipeluru dibalutkan di backing material
yang terbuat dari clay carolina. Selain berfungsi sebagai pengganti
tubuh, material itu punya peran untuk menentukan deformasi dalam uji rompi
antipeluru.
’’Deformasi [berbentuk cekungan] tidak boleh lebih
dari 44 milimeter,’’ tandas Kepala Laboratorium Dislitbangad Letnan Kolonel Cpl
Simon Petrus Kamlasi.
Sesuai standar internasional, ada lima level rompi
antipeluru. Namun, TNI-AD hanya menggunakan dua level tertinggi. Yakni, level
III-A dan level IV.
Plate pada dua level
rompi antipeluru itulah yang menjadi pembeda. Level IV dilengkapi plate berbahan
armit, sedangkan level III-A tanpa plate.
Proses Uji
Rompi Anti Peluru, Helm dan Sepatu Prajurit
Uji rompi antipeluru level IV menggunakan senapan
serbu SS1 buatan PT Pindad. Jarak tembak antara rompi dan senapan 25 meter.
Sementara itu, rompi antipeluru level III-A diuji dengan menggunakan pistol
dari jarak 5 meter.
Dalam proses uji yang disaksikan media, rompi
antipeluru buatan PT Persada Aman Sentosa (PAS) dinyatakan lulus uji.
Keduanya dinyatakan layak mendapat sertifikat. Jika
hasil uji itu sesuai dengan spesifikasi matra Angkatan Darat, rompi yang
dinyatakan lulus uji bisa diproduksi masal.
Serupa dengan rompi antipeluru, helm alias pelindung
kepala prajurit TNI-AD juga melalui uji tembak. Selain itu, ada ujian lain,
yakni menahan hantaman besi seberat 2 kilogram yang dilepas dari ketinggian 3
meter.
Helm tidak boleh retak atau pecah, apalagi rusak.
Pengujian helm dilakukan oleh S***i Uji Alat Kelengkapan Satuan Laboratorium
Dislitbangad.
Di s***i tersebut juga diuji ketahanan beragam jenis
kelengkapan yang biasa digunakan prajurit TNI-AD. Salah satunya sepatu tentara.
Dislitbangad menggunakan adhesion test untuk menguji ketahanan sepatu
prajurit TNI-AD.
Uji tekuk sepatu dengan menggunakan alat tersebut
dilakukan secara otomatis. Standarnya, sepatu harus tetap dalam kondisi baik
setelah ditekuk seribu kali. Tanpa lecet sama sekali.
Itu sama dengan sepatu digunakan untuk berjalan/berlari
seribu langkah. Sepatu yang digunakan prajurit TNI-AD saat ini tidak lain
adalah sepatu yang sudah lulus uji tersebut.
Sama halnya dengan peralatan lain. Tidak terkecuali
kendaraan taktis seperti Komodo yang diproduksi PT Pindad.
Uji Lain di
Kebumen, Jawa Tengah
Selain laboratorium di Bandung Barat, Dislitbangad
punya lokasi uji lain di Kebumen, Jawa Tengah. Di laboratorium itu, mereka bisa
menguji kendaraan taktis secara lebih leluasa.
Begitu pula dengan senjata api. Selain lega, laboratorium
yang berlokasi di garis pantai membuat ruang untuk proses uji lebih luas.
Laboratorium itu juga bisa dipakai untuk uji peralatan
komunikasi. Baik yang terpasang maupun yang tidak menempel pada kendaraan
taktis.
Menurut Kepala S***i Uji Komunikasi dan Elektronika
Laboratorium Dislitbangad Mayor Inf Maman Hidayat, lokasi uji peralatan
komunikasi Laboratorium Dislitbangad paling ekstrem. Itu bukan klaim semata,
melainkan sudah dibenarkan institusi militer negara lain.
’’Mereka ampun-ampun,’’ demikian klaim Maman.
Salah satu yang paling ekstrem adalah hutan karet di
Subang. Jika alat komunikasi tidak sanggup berfungsi optimal di hutan tersebut,
Dislitbangad tidak akan membeli alat itu.
Belum cukup
hutan karet, uji coba alat komunikasi sebelum sampai ke tangan prajurit TNI-AD
juga dilakukan di perkotaan, medan datar, pantai, serta pegunungan.
’’Semuanya
kami lakukan sesuai standar militer internasional,’’ pungkas Maman.
SURAT KABAR
0 Response to "SUNGGUH LUAR BIASA..!!! Senjata TNI Ini Bisa Tembakkan 3 Ribu Peluru dalam Semenit"
Post a Comment